Jaga Coastal Fisheries, Menteri Susi Ajak Masyarakat Selayar Tinggalkan Destructive Fishing

By Ichal Bendo
23 Apr 2019, 09:35:04 WIBBerita 📖 1058

Jaga Coastal Fisheries, Menteri Susi Ajak Masyarakat Selayar Tinggalkan Destructive Fishing


KEPULAUAN SELAYAR (22/4) – Dalam rangka optimalisasi pengelolaan potensi kelautan dan perikanan di daerah, rombongan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dipimpin oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melakukan kunjungan ke Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Minggu (21/4), setelah melakukan giat laut di Pantai Sunari, Menteri Susi didampingi Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Brahmantya Satyamurti Poerwadi dan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, M. Zulficar Mochtar melakukan diskusi bersama Bupati Kepulauan Selayar, Muh. Basli Ali, Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, Marjani Sultan, dan perangkat pemerintah daerah (Pemda) lainnya di Sunari Beach Resort. 

Berdasarkan data KKP, Kabupaten Kepulauan Selayar memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar, di antaranya 260 jenis terumbu karang, 12 jenis lamun, ekosistem mangrove, pulau-pulau kecil nan cantik, termasuk atoll terbesar kedua di dunia, yaitu Taka Bonerate. 

Dengan potensi tersebut, Kabupaten Kepulauan Selayar didorong untuk mengoptimalkan potensi perikanan, pariwisata, dan potensi maritim lainnya. Dalam hal pengelolaan potensi perikanan, selain _Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing_, _destructive fishing_ (penangkapan ikan dengan cara yang merusak) di Kabupaten Kepulauan Selayar menjadi salah satu isu yang sudah lama menjadi perhatian KKP.

Menurut Menteri Susi, sebagai negara kepulauan dengan luas perairan 71 persen dari luas negara, masyarakat Indonesia harus bangga, dapat kaya dan sejahtera dari sumber daya yang disediakan alam. Namun menurutnya, kesalahan dalam pengelolaan  sumber daya alam itu dapat menyebabkan apa yang dimiliki tidak berpengaruh apa-apa terhadap kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, laut sebagai salah satu sumber daya alam yang dimiliki Indonesia harus dikelola dengan baik dan dijadikan masa depan bangsa.

“Saya yakin orang Sulsel ini sadar laut itu memberikan mereka hidup, laut membawa mereka ke mana-mana, dan mempunyai apa saja karena dari laut. Dan saya lihat salah satu wilayah Indonesia yang sadar itu adalah Sulsel,” tutur Menteri Susi dalam sambutannya. 

Namun, Menteri Susi menyayangkan masih maraknya praktik penangkapan ikan dengan cara yang merusak oleh masyarakat Sulsel pada umumnya. “Di beberapa tempat saya datangi, di NTT, NTB, Maluku, dan lain-lain, kalau kita tanya ada yang _ngebom_ ikan? Jawabnya, ada. Dari mana yang _ngebom_? Dari Sulsel,” lanjut Menteri Susi disambut gelak tawa hadirin.

Untuk itu, Menteri Susi berpendapat praktik _destructive fishing_ yang sering dilakukan masyarakat Sulsel harus diperbaiki agar tidak menambah kerusakan alam. “Karena daerah lain (red-lokasi tujuan penangkapan ikan oleh masyarakat Sulsel) sudah lebih dulu sadar (red-melakukan pelarangan _destructive fishing_), mereka (nelayan Sulsel) sekarang merusak tempatnya sendiri. Selayar, Jeneponto, Taka Bonerate, Togean, dan Teluk Tomini adalah tempat-tempat yang sekarang jadi sasaran karena bagian lain sudah rusak. Pengebom dan portas juga sudah sampai ke Raja Ampat. Dan suatu saat kalau terus berlanjut, saya yakin bahwa karang Indonesia ini bisa kurang dari 50 persen yang masih baik,” papar Menteri Susi. 

_Destructive fishing_ ini selain mengancam keberadaan ikan di alam, juga mengancam keberlanjutan terumbu karang. Menteri Susi menyebutkan, pemulihan terumbu karang yang rusak akibat _destructive fishing_ ini membutuhkan waktu yang sangat panjang. 

“_Recovery coral_ (pemulihan terumbu karang) ini tidak mudah karena satu tahun _coral_ itu hanya tumbuh paling kalau daerahnya subur airnya bagus 5 cm pun tidak. Rata-rata 1,5 - 2,5 cm saja. Dan _coral_ pun akan terganggu karena cuaca. Jadi sebetulnya kalau kita merusak lagi, ya akan habis,” Menteri Susi mengingatkan. 

Padahal, keberadaan terumbu karang ini sendiri sangat penting bagi ekosistem laut. Di terumbu karanglah ikan bertelur, beranak-pianak, dan berkembang biak. 

“Ikan sama dengan kita, mereka tidak mau pacaran di gelombang tinggi besar. Mereka akan cari tempat teduh untuk beranak pianak. Mereka juga seperti ibu yang melepas anaknya dengan kasih sayang dengan pengetahuan bahwa anaknya di situ akan aman. Tidak mungkin dia akan memijah di gelombang besar di EEZ (_Exclusive Economic Zone_) ujung atau di _high seas_ (laut lepas).”

Selain itu, Menteri Susi mengajak masyarakat untuk mensyukuri kedaulatan Indonesia atas seluruh perairan di antara pulau-pulau Indonesia. Menurutnya, hal ini bisa diperoleh berkat Deklarasi Djuanda pada tahun 1957 yang dicetuskan Ir. H. Djuanda Kartawidjaja yang merupakan Perdana Menteri Indonesia pada saat itu. Sebelumnya, pulau-pulau di Indonesia di batasi oleh laut internasional. 

“Sebelum ada Djuanda, di antara Sulawesi, Selayar dengan Jawa, ada laut internasional. Sekarang karena kurang dari 200 nautical miles, semuanya ya lautan Indonesia, EEZ kita. EEZ kita diakui akhirnya oleh dunia, tahun 1982 UNCLOS mengakui. _Coastal fisheries_ (red-perikanan pantai dengan usaha penangkapan ikan yang dilakukan di wilayah pantai dan sekitarnya), itulah yang harus dicanangkan pembangunannya oleh pemerintah, rakyat, dan semua komponen bangsa,” cerita Menteri Susi. 

Oleh karena Indonesia merupakan negara _coastal fisheries_, maka Menteri Susi berpendapat, tidak benar anggapan bahwa Indonesia harus memperbanyak armada-armada besar untuk _ocean going fishing_. “Indonesia bukan _ocean going fishing_, Indonesia adalah _coastal fisheries_,” tegasnya. 

Menteri Susi juga menambahkan, KKP membuat aturan pembatasan kapal penangkap ikan berukuran maksimum 150 GT dan kapal penangkut maksimum 200 GT. Hal ini untuk mencegah agar ikan hasil tangkapan tidak langsung dibawa dan dijual ke luar negeri secara ilegal. 

“Ada yang bilang, kalau begitu berarti membatasi kemajuan negara sendiri, _lagian kita nangkapnya_ di _high seas_. Kalau di _high seas_, _you) tidak perlu bendera Indonesia. _High seas_ bukan milik negara mana pun. Tangkap saja di sana, silakan,” jelas Menteri Susi.

Pengaturan ini dianggap penting karena laut merupakan salah satu _renewable nature resources_ (sumber daya alam yang dapat diperbaharui) yang masih bisa dilestarikan, tidak seperti minyak dan tambang yang suatu waktu akan habis. Namun, jika tidak dijaga dengan baik, sumber daya laut ini juga dapat habis dan tidak dapat dinikmati generasi mendatang. 

Menteri Susi menyakini, penerapan _restriction_, _limitation_, dan _regulation_ pada pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui akan membuatnya lebih produktif. Oleh karena itu, beberapa daerah sudah menerapkan kearifan lokal sendiri dengan pengaturan sasi maupun hari libur menangkap ikan untuk menjaga produktivitasnya. 

“Di Sulsel, ikan terbang banyak diambil telurnya. Kalau telurnya di ambil terus menerus tanpa libur, ikan terbangnya akan semakin berkurang, tidak ada lagi yang bisa diambil. Ikan terbang lain kan datangnya dari telurnya itu.”

Menteri Susi berpesan agar setiap kepala daerah yang berwenang mengatur pengelolaan sumber daya laut. Ia meyakini, masa depan bangsa tidak boleh digadaikan dan tidak boleh dikavling-kavling. 

“Saya minta kalau bisa kerja sama Pemda, pengusahanya dipanggil, jangan ada portas, jangan ada lagi bom. Saya akan _support_ pengelolaan yang berpihak kepada nelayan kecil, masyarakat, stakeholders, tidak hanya mengayomi industri besar. Lebih baik dibangun 100 kapal kecil dibandingkan 2 atau  3 kapal besar,” tandas Menteri Susi.

Senada dengan pesan Menteri Susi tersebut, Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, Marjani Sultan mengatakan bahwa nelayan Kepulauan Selayar sudah mulai menerapkan perikanan yang berkelanjutan dan lestari. “_Alhamdulillah_ nelayan Selayar sudah mulai meninggalkan penangkapan kepiting bertelur. Kita juga terus menyosialisasikan agar masyarakat meninggalkan penggunaan bom, portas, dan sebagainya. Nelayan juga sudah mulai menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan,” ucap Marjani.

Lilly Aprilya Pregiwati
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Luar Negeri




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Write a comment

Ada 1 Komentar untuk Berita Ini

  1. Amrita Environmental joglosemar@gmail.com | 30 Apr 2019, 10:17:44 WIB

    Pendidikan tentang bahaya menggunakan bom ikan harus dilakukan secara simultan agar masyarakat semakin memahami efek jangka panjang yang ditimbulkan oleh penggunaan bom ikan tersebut. Jika bisa diajarkan juga bagaimana water treatment di Indonesia agar air laut itu bisa dimanfaat dengan baik oleh warga sekitar.

Temukan juga kami di

Ikuti kami di facebook, twitter, Google+, Linkedin dan dapatkan informasi terbaru dari kami disana.

Jejak Pendapat

Dimana anda mencari informasi seputar selayar?
  Langsung dari orang / Warkop dll
  Media cetak / Koran, Majalah dll
  Media elektronik / TV atau Radio
  Media elektronik / Internet

Komentar Terakhir

  • avatar-1

    Harga Postinor

    Program keluarga berencana memang harus disosialisasikan setiap tahun agar masyarakat ...

    View Article
  • avatar-1

    blog netterku

    Trima kasih pak MBA atas perhatiannya kepada msyarakat di Selayar, saya yakin kedepan ...

    View Article
  • avatar-1

    Markus putra

    Entah kenapa model role seperti ini membuat saya ingin mengimplementasikannya dalam ...

    View Article
  • avatar-1

    Siti Aisyah

    Sosialisasi memang sangat penting dan perlu untuk dilaksanakan sebagai pendekatan, dan ...

    View Article